Behind The S... inetron

Alkisah, si mas “orang PH”, produser dari sebuah production house meeting dengan si bapak “orang TV”, eksekutif televisi swasta. Agenda, evaluasi sinetron baru produksi PH tersebut. Setelah remeh temeh, mas TV menyalakan display yang menampilkan angka-angka dan grafik. Ia pun memulai pembicaraan.

“Ini, mas, rating dan share dua minggu terakhir. Lumayan stabil ya, tapi mesti bisa lebih bagus”.


Mas PH manggut-manggut, intinya: lumayan ditonton. Ngerti lah, angka rating dan share itu konon mewakili kepemirsaan. Pak TV melanjutkan pakai chart grafik.

“Kalau dilihat ini angka yang paling tinggi itu waktu episode yang ceritanya Anggun kecelakaan ditabrak mobil waktu hujan-hujan kabur dari pernikahannya waktu tahu ternyata si Doni yang dinikahi adalah pembunuh ibunya.”

Mas PH pun tersenyum bangga.

“Wah itu episode mahal loh boss, scene pestanya udah sama aja bikin resepsi kawinan beneran.”.

Diiringi senyum ramah, penjelasan pun diberikan oleh Pak TV.

“Ini karena cliffhanger episode sebelumnya efektif bikin penasaran. Konflik yang kuat dan pace cepat. Kalau lihat polanya, penonton female suka si Doni, kalau bisa ditambahin porsinya”.

Mas PH menulis di buku catatannya, “Doni dibanyakin, cewek suka”. Itu saja, yang lainnya hal biasa. Fast forward, mereka selesai membahas angka-angka njelimet dan grafik, mulai membahas langkah ke depan.

“Sekarang gimana nih mas cerita ke depannya, untuk naikin rating.”.
“Jadi, ternyata Anggun jadi punya kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan arwah ibunya yang dibunuh si Doni.”


Dengan pede, Mas PH menyampaikan kabar gembira untuk kliennya.

“Ke depannya kita bikin spesial, Pak.”.
“Spesial?”.
“Iya. Kita akan bikin di Bali, jadi setelah pulih dari kecelakaan itu si Anggun melarikan diri ke Bali. Lokasi di Ubud, cakep kayak film Eat Pray Love gitu, kita akan bikin lebih sinematis. Saya udah bahas sama sutradara dan tim kreatif supaya perbanyak shot variatif, beauty dan sinemat…”

Lagi seru menjelaskan, Pak TV memotong ragu, Mas PH menurunkan tempo. Pembahasan mulai lebih detil.

“Mmm.. Bali ya. Cakep sih, Mas.”
“Shot-shotnya bakal cantik, nggak cuma asal muka ke muka lagi.”
“Justru itu agak khawatir saya, Mas.”
“Loh kan malah bagus, Pak. Lebih sinemati-…”.

Eh kepotong lagi sama si Pak TV.

“Iya mas, buat selera kita bagus. Tapi kan mayoritas penonton kita pakai tivi kecil, pak, mereka lebih seneng liat muka bintang favoritnya keliatan jelas. Jadi shot-shot yang lebar gitu jangan kebanyakan ya pak.”
“Oooh, ya ya. Oke, sip.”

Catatan lagi di notepad Mas PH, “Shot lebar dikit aja, prioritas shot padet.”.
Lanjut, Pak TV mulai kreatif.

“Dari sisi ceritanya ada konflik baru? Dari kecelakaan itu si Anggun nggak jadi amnesia ya? Kita kepikir Doni itu punya kembaran yang baik, mungkin? Terlalu klise ya?”.

Waduh, jangan sampai gini, pikir si mas PH yang masih punya setitik idealisme.

“Anu, pak, rasanya udah klise yang begitu. Cerita ini intriknya sudah kuat lho.”
“Mesti ada sesuatu yang baru lagi, mas, yang bikin greget. Kemaren ada usul juga dari temen-temen di programming.”.

Apa lagi nih.

“Ada ide? Wah, kita paling seneng kalau ada masukan dari temen-temen programming.”

Ihiy. Tepu.

“Gini, mas. Jadi setelah pulih dari kecelakaan, ternyata ada perubahan di diri Anggun.”.
“Menarik, perubahan, mmm… sifat?”
“Jadi, ternyata Anggun jadi punya kemampuan melihat dan berkomunikasi dengan arwah ibunya yang dibunuh si Doni.”.

Arwah. Mampus. Tolak dengan halus.

“Seru. Seru… Tapi bapak nggak khawatir jadi kayak sinetron misteri?”.
“Kalau ratingnya jalan, kita mau nambah 2 slot di Jumat dan Sabtu”.

Tahan napas dan...

“Unsur misteri memang menjual, ide jenius, pak.”

Jreng.

Maklumin deh, jaman lagi susah. Diskusi berlanjut, dan usul Pak TV bertambah lagi, karakter baru, pemain ngetop, dan setelah setengah jam ngobrol akhirnya selesai. Ketika pembicaraan sudah santai, giliran si Mas PH membawakan agendanya.

“Intinya kita siap, semua masukan dari temen-temen saya catet, segera kita jalankan.”
“Terima kasih, mas, memang kerja sama dengan PH mas ini paling enak.”

Ah, kesempatan bagus untuk bahas pembayaran.

“Nah, bahas payment nih mas, yang 13 episode pertama kan mestinya turun bulan lalu ya, mungkin bapak bisa dibantu push ke bagian finance?”

Gantian Pak TV yang cengengesan.

“Iya, anu, itu, untuk payment, kita reschedule ya, mas? Per 6 episode. Jadi setelah episode 36 nanti kita bayar yang 6 episode pertama…dan… terus ini kan kita nambah, harga bisa diturunin dong ya mas…”

Musik kencang terdengar. Mas PH menatap Pak TV. Kamera zoom-in 3 kali.

0 Response to "Behind The S... inetron"

Post a Comment

wdcfawqafwef